4 Masalah Serius ini Muncul Jika Tidak Kurangi Kecepatan Makan Kamu dari Sekarang

11:52 PM




Kamu Termasuk Orang yang suka terburu-buru saat makan?

Atau Orang yang suka makan cepat Tanpa bernafas?

Kalau iya, Akan Lebih Baik kurangi kecepatan Anda makan. Karena besar kemungkinan Anda mengalami masalah kesehatan.

Kenapa bisa?

Seperti yang di lansir dalam Web resmi Tribunnews.com, Hal ini berdasarkan hasil penelitan dari sebuah tim dari Universitas Hiroshima di Jepang yang dipresentasikan pada American Scientific Sessions 2017.

Mereka mengevaluasi 642 pria dan 441 wanita dengan usia rata-rata 51,2 tahun, yang tidak memiliki sindrom metabolik, pada tahun 2008.

Para peserta dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan bagaimana kecepatan mereka makan: lambat, normal, dan cepat.

Lima tahun kemudian, para peneliti menilai ulang para peserta.

Hasilnya, mereka menemukan bahwa mereka yang makan cepat lebih mungkin (11,6%) telah mengembangkan sindrom metabolik daripada mereka yang makan normal (6,5%) dan mereka yang makan lambat (2,3%).

Hal ini kemungkinan karena makan dengan cepat dapat menyebabkan fluktuasi gula darah kita, yang dapat menyebabkan resistensi insulin.

Diketahui sindrom metabolik adalah kombinasi dari kelainan yang melipatgandakan risiko seseorang terkena penyakit jantung, diabetes, dan stroke.

Ini biasanya terjadi ketika seseorang memiliki tiga faktor risiko yang meliputi obesitas, gula darah puasa tinggi, tekanan darah tinggi, dan kolesterol HDRL rendah.

Tidak hanya itu, makan cepat juga dikaitkan dengan penambahan berat badan lebih banyak, lingkar pinggang lebih besar, dan glukosa darah yang lebih tinggi. Atau bisa disebut obesitas.

“Makan lebih lambat mungkin merupakan perubahan gaya hidup yang penting untuk membantu mencegah sindrom metabolik, kata Takayuki Yamaji, M.D, penulis penelitian dan ahli jantung di Universitas Hiroshima dilansir independent.co.uk.

“Saat orang makan dengan cepat, mereka cenderung tidak merasa kenyang dan lebih cenderung makan berlebihan.”

“Penelitian kami tidak hanya berlaku di Jepang, namun juga berlaku untuk populasi Amerika Serikat dan duniam” tutur Yamaji.

Sumber : Tribunnews.com/kesehatan

You Might Also Like

0 comments